Tovik Ari: PROSPEK PEMBANGUNAN BIDANG PETERNAKAN DI MASA DEPAN

PROSPEK PEMBANGUNAN BIDANG PETERNAKAN DI MASA DEPAN

BAB I
PENDAHULUAN
            1.1  Latar Belakang
Dunia peternakan sebagai bagian dari salah satu komponen pembangunan di Indonesia menjadi hal yang sangat diperhitungkan. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Bahkan pemerintah pun menjadikan peternakan sebagai komponen revitalisasi pertanian di Indonesia.
Keinginan pemerintah ini ternyata tidak dapat terealisasi dengan lancar. Karena ternyata terjadi ketimpangan di lapangan. Kondisi ini membuat berbagai pihak yang terkait kewalahan menanganinya.
Harga daging yang melonjak tinggi akhir-akhir ini adalah satu contoh nyata bahwa ternyata revitalisasi peternakan tidaklah semudah yang direncanakan. Harga pakan yang tinggi serta ulah spekulan yang tidak dapat dicegah merupakan salah satu penyebab tingginya harga daging.
Serangan penyakit juga menjadi hal yang dapat menghambat tercapainya program revitalisasi peternakan. Flu burung yang menyerang Indonesia akhir-akhir ini membuat menurunnya pendapatan para peternak unggas. Tidak bisa dipungkiri hal ini adalah buah dari opini publik yang sudah terbentuk.




Eksistensi peternakan Indonesia dapat kita cermati dari 4 aspek, yakni aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya modal dan kebijakan pemerintah.
1. Aspek Sumber Daya Manusia
Akhir-akhir ini budaya beternak di Indonesia semakin menurun dan masyarakat pun cenderung beralih ke sektor industri dan perdagangan. Iklim dunia peternakan di Indonesia yang kurang menjanjikan membuat masyarakat mulai meninggalkan dunia peternakan. Masyarakat desa yang identik dengan dunia ternak dan dunia tani akhir-akhir ini mulai meninggalkan kebiasaan mereka tersebut. Banyak para generasi muda yang memilih berurbanisasi ke perkotaan.
Apabila kondisi ini terus berlangsung maka kita dapat memprediksi eksistensi dunia peternakan beberapa dekade ke depan. Peternakan rakyat di pedesaan akan mulai menghilang karena sudah tidak ada lagi penerus usaha keluarga yang biasanya dalam skala kecil.
2. Aspek Sumber Daya Alam
Sumber daya alam Indonesia sangatlah kaya dan berpotensi untuk kelanggengan peternakan. Namun bencana yang terus melanda Indonesia turut mempengaruhi kondisi peternakan. Apalagi saat ini kita melihat efek dari global warming yang sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Kekurangan air dan pakan menjadi problem utama dari peternakan yang tentu saja tidak dapat dihindari.
Dengan kondisi seperti ini maka peternakan kehilangan perannya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Kegagalan ekosistem (akibat ulah manusia) menjadi hal yang sangat vital dalam keberlangsungan peternakan. Ekosistem yang tidak menunjang membuat peternakan mengalami perubahan siklus yang semestinya. Hal tersebut berpengaruh pada manajemen, feeding dan breeding yang biasa berlaku di dunia peternakan. Contohnya, kebuntingan sapi yang sulit lagi diprediksi karena pakan yang tidak tersedia dengan baik. Atau, musim beternak ayam broiler yang tidak tentu karena cuaca buruk di sepanjang tahun.
3. Aspek Sumber Daya Modal
Sudah menjadi hal yang lumrah, ketika iklim usaha peternakan melesu maka secara otomatis para pemilik modal akan melirik sektor usaha yang lain. Sangat sedikit pemodal yang bersedia berinvestasi di dunia peternakan. Ketidakpastian usaha bisa menjadi bumerang bagi pengusaha. Bukannya keuntungan yang akan dicapai malah mungkin kerugian yang melanda pengusaha. Pada kondisi ini pemerintah hanya bisa menghimbau pemodal untuk berinvestasi di dunia peternakan. Tapi apa mau dikata, pemerintah pun tidak bisa berbuat lebih banyak karena pemerintah sendiri tidak mempunyai cadangan devisa yang tinggi untuk memenuhi sekor peternakan. Hampir semua sumber daya modal diserahkan ke pemodal swasta yang pada dasarnya adalah pengusaha asing.
4. Aspek Kebijakan
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selama ini tidak selamanya berpihak pada peternak rakyat. Kebijakan impor yang mengalir deras membuat peternakan rakyat tidak mampu bersaing dengan produk luar negeri yang lebih murah. Misalnya, hampir semua daging sapi yang ada dipasaran adalah daging impor. Daging impor bisa lebih murah karena di negeri asalnya diberi subsidi yang dapat menurunkan harga. Sedangkan pemerintah Indonesia tidak dapat melakukan hal itu. Alih-alih subsidi, devisa negara saja terus menipis.
Kalah bersaing adalah faktor yang membuat masyarakat enggan untuk melakukan usaha peternakan. Masyarakat tidak mau rugi karena biaya produksi yang tinggi sedangkan harga jual yang murah. Tidak terdapat margin yang memadai diantara keduanya. Untuk itu masyarakat lebih tertarik memilih sektor lain dibanding sektor peternakan.
Oleh karena paradigma baru pembangunan peternakan tidak lagi menempatkan peternak hanya sebagai objek, tetapi sekaligus sebagai subjek pembangunan yang berperan sebagai pelaku ekonomi penting. Sehingga ke depan diharapkan dapat mencapai visi pembangunan peternakan, yaitu “Terciptanya peternakan modern, tangguh dan efisien berbasis sumber daya lokal dalam mewujudkan masyarakat yang sehat dan produktif”.
Disadari atau tidak, sub sektor peternakan memiliki peranan penting dalam kehidupan dan pembangunan sumberdaya manusia Indonesia. Peranan ini dapat dilihat dari fungsi produk peternakan sebagai penyedia protein hewani yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia. Oleh karenanya tidak mengherankan bila produk-produk peternakan disebut sebagai bahan ”pembangun” dalam kehidupan ini. Selain itu, secara hipotetis, peningkatan kesejahteraan masyarakat akan diikuti dengan peningkatan konsumsi produk-produk peternakan, yang dengan demikian maka turut menggerakan perekonomian pada sub sektor peternakan.
Namun demikian, kenyataannya menunjukkan bahwa konsumsi produk peternakan masyarakat Indonesia masih rendah. Padahal bahwa abad ini merupakan abad pertarungan talenta, yaitu abad yang penuh dengan persaingan dan pertarungan ketat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang membutuhkan talenta kuat. Untuk memenangkan pertarungan ini maka dibutuhkan manusia-manusia cerdas dan kuat. Hal ini bisa penuhi dengan konsumsi protein hewani yang memadai.Rata-rata konsumsi protein hewani baru 4,19 gram/kapita/hari. Menurut Direktorat Jendral Peternakan (2006), rata-rata konsumsi pangan hewani daging, susu dan telur masyarakat Indonesia adalah 4,1; 1,8 dan 0,3 gram/kapita/hari. Angka konsumsi ini masih rendah bila dibandingkan dengan standar minimal konsumsi protein hewani yang ditetapkan oleh FAO, yaitu 6 gram/kapita/hari atau setara dengan konsumsi 10,3 kg daging/kapita/tahun, 6,5 gram telur/kapita/tahun dan 7,2 kg susu/kapita/tahun.
Maka dari itu, akankah peternakan di Indonesia tetap eksis di masa yang akan datang. Padahal peternakan adalah sektor penyedia surplus pangan bagi masyarakat. Apabila kebutuhan pangan saja belum bisa teratasi maka negara tersebut terkategori negara miskin. Untuk itu, semuanya kembali pada kita sebagai masyarakat Indonesia.

            1.2  Rumusan Masalah
Dalam dunia peternakan sering sekali dijumpai kendala yang tidak menguntungkan bagi peternak diantaranya adalah seberapa besar kenaikan harga susu dapat mengkompensasi kenaikan harga input pakan yang cukup tinggi pula, kemudian kendala yang dihadapi dalam usaha peternakan khususnya pada sapi perah dan paling utama bagaimana seorang peternak menyiapkan segalanya untuk menghadapi tantangan-tantangan yang akan datang.

            1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya adalah yang pertama, agar Peternak di Indonesia dapat mengatasi masalah yang timbul dalam dunia peternakan dan juga sekaligus dapat memikirkan matang-matang prospek peternakan dimasa yang akan datang agar ternak yang dikelola memiliki kualitas produk yang bagus, kedua, sebagai tugas dan sekaligus sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS), dan yang ketiga, semoga makalah ini dapat menambah ilmu mengenai prospek peternakan dimasa yang akan dating.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Seberapa besar kenaikan harga susu dapat mengkompensasi pakan
            Lebih dari 90 persen populasi sapi perah di Indonesia terdapat di Pulau Jawa, dimana populasi ini secara nasional meningkat sebesar 6.7 persen selama periode 2002 sampai 2006 (Ditjen Peternakan, 2006). Jawa Timur menduduki peringkat pertama (35 persen), disusul masing-masing oleh Jawa Tengah (30 persen) dan Jawa Barat (28,7 persen). Sedangkan wilayah di luar Pulau Jawa yang potensial adalah Sumatera Utara (2 persen). Berdasarkan sensus pertanian pada tahun 2003, jumlah rumah tangga peternak sapi perah di Pulau Jawa juga menunjukkan peningkatan seiring dengan pertambahan populasi, kecuali untuk Jawa Barat (BPS, 2007). Harga input pakan berpengaruh sangat nyata terhadap harga susu, semakin tinggi harga input harga susu akan semakin meningkat. Selama satu tahun terakhir, ratarata kenaikan harga susu mencapai 39.56 persen, sedangkan rata-rata kenaikan harga konsentrat mencapai 25 persen. Kenaikan harga konsentrat ini dipicu juga oleh kenaikan komponen bahan pakan seperti wheat pollard (38 persen), onggok (27 persen), bungkil kopra (36 persen) dan dedak padi grantek (27 persen). Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun laju kenaikan harga susu relatif lebih besar dibandingkan dengan laju kenaikan harga konsentrat, perlu upaya substitusi komponen bahan pakan penyusun konsentrat, sehingga kenaikan harga konsentrat dapat diminimalkan. Dalam hal ini peternak tidak harus menanggung kompensasi kenaikan harga konsentrat yang cukup besar.
              2.2 Kendala dalam usaha ternak Sapi Perah
   Sapi perah merupakan sapi penghasil susu bagi masyarakat sekitar agar kebutuhan gizinya dapat terpenuhi, namun dalam pemeliharaanya selalu terdapat kendala-kendala yang dapat menurunkan kualitas susu hasil perahan, kendala-kendala tersebut diantaranya yaitu:
1. Kualitas bibit yang masih rendah karena banyak bibit yang sudah tua sehingga
perlu adanya peremajaan bibit sapi perah
2. Kualitas pakan yang masih rendah dan belum optimalnya penggunaan pakan
lokal.
3. Penerapan teknologi yang belum merata disemua peternak
4. Susu segar merupakan bahan makanan yang mudah rusak, sehingga perlu
penangan yang cepat dan tepat.
5. Belum adanya IPS yang dapat menampung susu dari peternak.
6. Harga pakan jadi(konsentrat) yang dirasa masih cukup tinggi.
7. Belum adanya pabrik pakan jadi (konsentrat) yang dapat menjamin ketersediaan pakan jadi secara kontinyu dan murah.
                Untuk mengoptimalkan kendala tersebut Pemerintah Jawa Tengah berupaya untuk menanggulangi kendala tersebut yaitu :
      1.      Bantuan ternak sapi perah baik dari pemerintah pusat/Ditjen Peternakan maupun dari pemerintah daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota
      2. Proses pembentukan Tim Persusuan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
3. Peran serta GKSI sebagai penyedia sapronak dan sebagai pengumpul serta pemasaran susu ke IPS.
4. Peranan perbankkan yang telah memberikan berbagai fasilitas kredit bagi usaha peternakaan sapi perah.
5. Berbagai sarana dan prasarana baik dari dana APBN dan APBD telah digunakan untuk pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi.

              2.3 Tantangan Masa Depan Pembangunan Peternakan
            Industri peternakan merupakan industri strategis karena industri ini adalah penyedia protein hewani yang sangat dibutuhkan masyarakat modern, sekaligus mampu menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar. Namun, saat ini Indonesia belum mampu berswasembada dua produk utama peternakan, yakni daging dan susu.
Untuk menghadapi tantangan dalam pembangunan ternak terdapat langkah-langkah yaitu diantaranya Pertama,mempertahankan kebijakan impor sapi bakalan yang telah memberi implikasi mengurangi pengurasan ternak di wilayah sentra produksi dan pada sisi lain kebutuhan daging di wilayah sentra konsumsi dapat terpenuhi, sehingga inflasi dapat ditekan. Jumlah impor sapi bakalan tersebut harus dengan mempertimbangkan tingkat pengurasan dan tingkat kemampuan produksi dalam negeri. Untuk mengetahui secara persis berapa jumlah impor yang layak dari tahun ke tahun, perlu dilakukan kajian lebih seksama.
Kedua,pengembangan komoditas jagung domestik harus terus dilanjutkan. Hal ini disebabkan jagung merupakan komponen utama pakan ternak unggas. ”Dan lagi pula negara-negara yang memiliki daya saing tinggi dan berkelanjutan, sangat tergantung pada pasokan komoditas jagung domestik,” kata Arief. Ia mencontohkan, tiga negara utama dunia penghasil daging ayam, yakni AS (22%), Cina (15%) dan Brazil (12%). Selain itu, penghasil telur dunia yakni Cina (41%), UE (9%) dan AS (9%) juga merupakan negara penghasil jagung utama dunia. Ketersediaan pasokan jagung dalam negeri akan mampu meredam kenaikan harga pakan yang cenderung meningkat –karena jagung dunia yang semakin berkurang karena banyak tersedot untuk kebutuhan pangan (food) dan minyak nabati (fuel).
Ketiga,perdagangan ternak karkas dengan rantai dingin untuk menggantikan perdagangan ternak hidup. Perdagangan ternak yang selama ini dalam kondisi masih hidup tidak efisien karena terlalu banyak mengeluarkan retribusi, serta risiko kematian selama perjalanan, juga berpotensi sebagai sarana penyebaran penyakit ternak. Untuk menunjang perdagangan ternak dalam bentuk karkas ini, Arief menyarankan agar pemerintah menyediakan Rumah Pemotongan Ayam dan Rumah Pemotongan Hewan modern di sentra produksi unggas di tingkat kabupaten.
Keempat,pemerintah harus lebih serius dalam melakukan penanggulangan dan pencegahan wabah penyakit menular, khususnya penyakit Avian Influenza (AI). Kebijakan promosi keamanan mengonsumsi produk asal ternak juga sangat penting. Promosi juga sebaiknya berisi upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang penyakit ternak, khususnya AI dan dampaknya bagi kesehatan manusia dan industri peternakan ayam.
Kelima,kebijakan menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk dapat merangsang investor baik dari dalam maupun luar negeri. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh pada baik dan tidaknya iklim investasi di Indonesia bukan hanya menyangkut kestabilan politik dan sosial, namun juga stabilitas ekonomi, serta kondisi infrastruktur dasar seperti listrik, telekomunikasi, serta prasarana jalan dan pelabuhan.
Keenam,kebijakan pemerintah untuk mendorong agar usaha peternakan dapat berkembang lebih pesat. Di antaranya yakni dukungan agar usaha peternakan dapat berkembang secara integratif dari hulu hingga hilir mlalui kemitraan usaha. Dukungan lainnya adalah kebijakan pemerintah dalam hal perlindungan industri perunggasan domestik dari serbuan produk luar ngeri yang tidak ASUH, ilegal dan produk dumping

BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
      Dunia peternakan sebagai bagian dari salah satu komponen pembangunan di Indonesia menjadi hal yang sangat diperhitungkan. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Bahkan pemerintah pun menjadikan peternakan sebagai komponen revitalisasi pertanian di Indonesia. Pembangunan peternakan merupakan bagian pembangunan nasional yang sangat penting, karena salah satu tujuan pembangunan peternakan adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang unggul. Selain itu, tujuan pembangunan peternakan adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, pelesatarian lingkungan hidup serta peningkatan devisa negara.

4.2 Saran
            Sebaiknya pemerintah memberikan penyuluhan dan modal kepada masyarakat untuk mengembangkan peternakan di Indonesia, kemudian kita harus lebih memperhatikan negara kita sendiri karena negara kita adalah negara yang kaya akan sumber daya alam maka dari itu manfaatkan sumber daya alam negara kita sebaik mungkin



 


DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2006. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan,Jakarta.
Susilorini, Tri Eko. et al,.2008. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Referensi : Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, ML. Jhingan, 2004


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © Tovik Ari Urang-kurai